BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Myanmar (Burma)
adalah salah satu wilayah di Asia Tenggara yang berada di ujung sebelah timur
Asia Tenggara, Myanmar juga terkenal dengan bekas jajahan Inggris yang paling
terbelakang. Ketika menjadi wilayah kolonial Inggris, Myanmar pernah disatukan
dengan India oleh Inggris. Penyatuan yang dilakukan oleh Inggris memiliki
alasan tersendiri, yaitu agama yang dianut sama-sama agama budha, sehingga
Inggris mempersatukan Mmyanmar dengan India. Namun dalam perkembangannya,
Inggris kembali memecah wilayah India dengan Myanmar. Hal ini tentunya memiliki
alasan diantaranya yaitu terdapat perbedaan dari masyarakat Myanmar dan India,
diantara perbedaannya adalah wilayah geografis yang tentunya menentukan pola
hidup (makan, bersosial, dll. Seperti kebanyakan negara-negara di dunia,
Myanmar juga terdiri dari beberapa suku bangsa, seperti yang telah di jelaskan
dalam Sejarah Asia Tenggara I yaitu suku bangsa Shan (bangsa
Siam) dan Kachin (dibagian utara). Awalnya Myanmar adalah sebuah bangsa yang
tertutup, bangsa Myanmar merasa bahwa mereka berbeda dengan bangsa Asia
Tenggara pada umumnya. Bangsa Myanmar menutup menutup diri dikarenakan mereka
masih sangat memegang teguh ajaran India yang masih kental, sehingga sangat
sulit bagi mereka untuk menerima kebudayaan dari luar begitu saja. Namun akibat
dampak globalisasi dan modernisasi yang semakin marak terjadi di setiap negara
di Asia Tenggara, maka Myanmar harus mengikuti hal tersebut agar tidak menjadi
negara terbelakang dan negara mati di dunia.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :
1)
Apakah faktor yang melatar belakangi kedatangan Inggris?
2)
Bagaimana reaksi masyarakat Myanmar dengan kedatangan
penjajah (Inggris)?
3)
Bagaimana masyarakat Myanmar mendapatkan kemerdekaannya?
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah :
1)
Diharapakan para pembaca dapat mendapatkan informasi mengenai Awal Kedatangan Inggris Hingga Kemerdekaan Burma (Myanmar);
2)
Bagi penulis tentunya ini dapat dijadiakan sebagai tolak ukur pengetahuan
penulis mengenai Awal Kedatangan Inggris Hingga Kemerdekaan Burma (Myanmar).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Bangsa Burma dan Kedatangan Inggris
Agama Budha bisa
masuk ke Myanmar di karenakan oleh hubungan perdagangan yang terjadi antara
Myanmar dan India yang jaraknya juga tidak berjauhan, dari
perdagangan-perdagangan itulah kemudian menjadikan Myanmar penganut agama Budha
dan menjadikan masyarakat Myanmar memegang dengan erat agama yang diturunkan
secara turun temurun tersebut. Setelah mengenal agama dan beberapa kebudayaan
India, maka bermunculan kerajaan-kerajaan kecil yang mulai didirikan oleh
masyarakat Myanmar. Semenjak mengenal kebudayaan dan agama India yang perlahan
mulai dianut oleh masyarakat Myanmar, maka Myanmar mulai memasuki zaman sejarah
yaitu dengan di berikannya ilmu tulis kepada masyarakat Myanmar oleh India.
Kerajaan yang pertama di wilayah Myanmar adalah kereajaan Pagan yang didirikan
oleh Anawratha, kerajaan ini berdiri cukup lama yaitu sekitar 2,5 abad dan
kemudian hancur karena serangan dari Tiongkok dengan raja Kubhilai Khan. Akibat hancurnya kerajaan Myanmar, muncullah beberapa
kerajaan kecil yang menghiasi wilayah Myanmar. Myanmar kembali dapat
dipersatukan oleh kerajaan Toungoo dibawah kepemimpinan Tabin Shwehti, kerajaan
ini juga sempat melebarkan wilayah kekuasaan sampai ke Siam (kerajaan di
Thailand). Kerajaan Toungoo adalah salah satu dinasti kerajaan Burma pada saat itu,
dinasti lain yang berdiri pada kerajaan Burma adalah kerajaan Konbaung.
Kerajaan Toungoo mundur karena tidak bisa menjaga eksistensinya di Wilayah
Myanmar, maka muncullah kerajaan baru di wilayah Myanmar yaitu kerajaan Ava
(1752), dengan bantuan dari Inggris kerajaan ini mampu mempersatukan Myanmar
(Burma) kembali. Awal perkenalan Inggris dengan kerajaan Ava adalah dari
perdagangan yang baik diantara keduanya, karena kerajaan ini merasa membutuhkan
bantuan dari luar maka terpilihlah Inggris. Dari pihak Inggris pun memiliki
alasan tersendiri untuk membantu kerajaan Ava mempersatukan Myanmar (Burma),
diantaranya adalah menghalangi Prancis yang mencoba meluaskan wilayah
kekuasaannya ke Barat dan Inggris ingin mendapatkan sumber daya alam yang ada
diwilayah Burma. Pengganti Alaungpaya memiliki kekuatan yang baik sehingga
mereka memiliki jiwa untuk memperluas kekuasaan, hingga akhirnya Siam kembali bisa di kuasai
oleh Myanmar. Merasa tidak puas dengan wilayah kekuasaan yang ada maka kerajaan
Ava kembali melakukan perluasan wilayah ke India, wilayah India pada saat itu
masih dibawah kekuasaan Inggris sehingga muncullah peperangan antara Inggris
dan Myanmar (kerajaan Ava).
2.2 Konflik Antara Inggris dan
Kerajaan Burma
Perang Inggris-Ava
(Myanmar) pun terjadi pada tahun 1824, peperangan ini disebut juga perang Anglo-Burmese I yang terjadi pada
1824-1826. Dalam perang ini Burma harus merelakan Assam dan Manipur kembali
menjadi wilayah jajahan Inggris, Inggris terkenal dengan militer dan
persenjataan yang baik, hingga tak heran jika kerajaan Burma kalah. Untuk
mengurangi korban peperangan yang semakin banyak, maka kerajaan Ava mengadakan
perundingan dengan pihak Inggris yang disebut dengan perjanjian Yandabu (Treaty of Yandabo) pada 1826. Perang Anglo-Burmese kembali terjadi untuk
kedua kalinya ketika raja Kagan Min menghentikan hubungan perdagangan dengan
Inggris, raja Kagan Min pun jatuh dan digantikan oleh Mindon Min yang kemudian
Mindon Min menyerah kepada Inggris, dan akhirnya Inggris berhasil menguasai
wilayah strategis Burma yaitu wilayah di daerah lembah sungai Irawady yang
disebut Lower Burma. Lower Burma adalah adalah suatu wilayah
yang dianeksasi Inggris, daerah ini meliputi wilayah Burma bagian Selatan yang
berpusat pada Rangoon. Karena daerah strategis sudah menjadi wilayah kekuasaan
Inggris, maka ibukota Burma dipindah ke Mondalay pada tahun
1857. Peperangan Anglo-Burmese kembali terjadi untuk yang ketiga kalinya pada tahun 1885, namun kali ini
kerajaan Burma memanfaatkan Perancis yang merupakan musuh bebuyutan Inggris.
Tujuan kerajaan Burma mengadakan hubungan rahasia dengan Perancis adalah untuk
mendapatkan kemerdekaan setelah wilayah Burma perlahan dikuasai oleh Inggris,
hubungan yang dilakukan oleh kerajaan Burma ini menimbulkan kemarahan pada
pihak Inggris hingga Inggris menyerang seluruh wilayah Burma terutama ibukota
Mondalay. Setelah berhasil menaklukkan wilayah Burma, Inggris menahan raja
Burma (Raja Thibaw) yang menjadi motor penggerak hubungan rahasia Burma dengan
Perancis. Akhirnya Raja Thibaw diasingkan ke India oleh pemerintah Inggris pada
tahun 1886, sejak saat itulah Myanmar resmi menjadi wilayah jajahan Inggris.
Pada awal tahun 1886, tepatnya tanggal 1 Januari 1886 Inggris menganeksasi
wilayah yang disebut Upper Burma.
2.3 Burma Menjadi Wilayah Jajahan Inggris
Setelah Burma mejadi wilayah jajahan Inggris, Burma dijadikan provinsi
India oleh Inggris pada tahun 1886. Latar belakang dijadikan Burma menjadi
Provinsi India karena Burma memiliki kesamaan budaya dan agama, sehingga semua
peraturan yang ditetapkan oleh Inggris terhadap India juga berlaku pada Burma.
Inggris yang terkenal dengan Revolusi Industrinya pada 1760, maka wilayah
jajahan yang secara tidak langsung terkena imbasnya. Misalnya di Burma terjadi
perubahan yang signifikan dalam hal pertanian, yakni dari pertanian yang hanya
bertujuan untuk mencukupi kebutuhan sendiri menjaid pertanian yang juga
bertujuan untuk dipasarkan. Terjadinya perubahan ini bukan tidak mendapat
respon dari masyarakat, timbul beberapa konflik (non-fisik) antara masyarakat
dan pihak Inggris. Meskipun demikian masyarakat tetap dapat menikmati hasil
dari perubahan tersebut, karena Inggris bukanlah negara seperti Belanda yang
menjajah dengan mengambil semua hasil alam pada daerah jajahan.
Selain itu Inggris juga mengirimkan
imigran India ke Burma, hal ini dilakukan oleh Inggris untuk mengurangi
kepadatan yang berada di India. Para Imigran India mulai beradaptasi dengan
lingkungan Burma, hingga tak heran jika pada tahun 1930-an perekonomian Rangoon
dikuasai oleh orang India. Burma dipisahkan oleh Inggris sebagai provinsi India
pada 1937, pemisahan ini dilakukan karena terdapat permasalah ekonomi yang
kemudian berlanjut pada masalah rasial (Shelby Tucker). Produksi pertanian
Burma memburuk pada tahun 1930-an yang disebabkab oleh dikuasainya tanah
pertanian Burma oleh rentenir India, akibatnya muncul gerakan anti-India. Agar
gerakan anti-India ini tidak semakin meluas maka pemerintah Inggris atas saran
dari Lord Simon untuk memisahkan Burma dengan India, akhirnya Inggris
memisahkan Burma dari Provinsi India pada 1 April 1937. Akibat pemisaha itu,
maka pemerintah Inggris mendirikan pemerintahan sendiri di Burma yang terdiri
dari dua bagian yaitu Senat (upper house)
yang terdiri dari 36 Anggota dan House of
Representative (lower house) yang
terdiri dari 132 kursi.
Perubahan yang signifikan juga
terjadi pada bidang administrasi, pada awalnya segala bentuk pemerintahan Burma
berada ditangan biksu (pongyis).
Semua berubah ketika Inggris datang tanpa disengaja, hal inilah yang kemudian
memunculkan kecemasan dari pihak pendeta karena mereka berfikir bahwa Burma
akan menjadi negara sekuler (bersifat keduniaan), hingga para biksu ini
mempelipori gerakan nasionalisme (gerakan kemerdekaan).
Inggris juga mendirikan Universitas Rangoon untuk mendapatkan masyarakat
Burma yang berkualitas, sehingga dapat ditempatkan dalam tenaga kerja dan
pegawai kantor. Pemerintah Inggris juga membangun jalur kereta api, sistem pos
yang modern, dan beberapa alat komunikasi, yang mana kesemuanya itu membutuhkan
orang yang berkaulitas untuk mengoperasikannya.
2.4 Munculnya Nasionalisme
Seperti halnya di Indonesia, di Burma juga terdapat gerakan-gerakan dari
masyarakat untuk merdeka (gerakan nasionalis). Gerakan untuk merdeka ini pertama
kali dipelopori oleh biksu (pongyis),
para biksu menganggap peratutan yang diterapkan oleh Inggris yang menjatuhkan
nilai biksu dalam masyarakat Burma dan menjadikan negara Burma menjadi negara
sekuler (bersifat keduniaan). Akhirnya pada tahun 1906 para pongyis (biksu budha) mendirikan
organisasi yang bernama Young Men’s
Buddhis Association (YMBA), organisasi ini diketuai oleh U May Oung.
Organisasi ini menitik beratkan pada keagamaan dan pelayanan sosial, karena
tidak ingin menjadikan negara Burma menjadi negara sekuler, maka para pongyis (biksu budha) mencoba untuk
menyadarkan para komunitas biksu budha (sangha)
agar tidak menjadi sekuler. Selain itu para pongyis
(biksu budha) juga menanamkan rasa nasionalisme pada masyarakat Burma, hingga
pada tahun 1920 organisasi ini berubah nama menjadi Dewan Umum Perkumpulan
Budha (GCBA (General Council of Buddhist Associations)) yang di ketuai oleh U
Chit Hlaing. Perubahan nama ini menandakan anggota organisasi ini bertambah
luas, anggota oraganisasi GCBA ini juga mencakup para pelajar dan non-biksu
lainnya. Hal ini terbukti dengan demonstrasi yang melibatkan mahasiswa pada
tanggal 4 Desember 1920 untuk menentang kebijakan Universitas yang bersifat
elistis, selain itu mereka berdemonstrasi karena dibatasinya kegiatan mahasiswa
di universitas Rangoon. Pembatasan yang dilakukan oleh pihak Inggris kepada
mahasiswa diantaranya adalah dilarang mempublikasikan famflet-famflet yang
berisikan pilitik, diskusi politik di arena kampus, pengawalan ketat para
mahasiswa di asrama-asrama sehingga menyulitkan gerakan mahasiswa untuk
berkonsolidasi.
Demonstrasi terbesar ini juga memprotes diskriminasi politik yang terdapat
dalam Montagu-Chelmsford Reform, yaitu sebuah proposal yang berisi program
perubahan yang direncanakan Inggris untuk menempatkan dewan legislatif India
pada tingkat provinsi. Dewan legislatif tersebut mayoritas terdiri dari orang
Inggris dan India, sementara orang Burma tidak diberi posisi untuk menduduki
dewan legislatif tersebut. GCBA menginginkan agar mereka diberikan wewenang
untuk menontrol sendiri pemerintahan di Burma, mereka kemudian memboikot
pemilihan umum untuk memilih dewan yang baru dan menolak posisi eksekutif di
kabinet. Perbedaan pendapat di tubuh GCBA mengenai pemisahan Burma dengan India
mengakibatkan Dr. Ba Maw menyatakan mengundurkan diri dan membentuk organisasi
baru yang bernama partai Sinyetha (Poor
Man’s Party) pada tahun 1936, Dr. Ba Maw menyatakan mengundurkan diri
karena mendukung tindakan Inggris yang memisahkan Burma dengan India.
Selain mendukung
pemisahan Burma dengan India, partai Sinyetha juga mendukung pengurangan pajak,
perlindungan petani dari rentenir, dan mendukung wajib belajar. Pergerakan
nasional di Burma mulai tampak ada kemajuan ketika terbentuknya Student’s Union pada tahun 1935 di
Universitas Rangoon, dari pemilihan ini terpilih Ko Nu (kakak Nu (U Nu))
sebagai ketua dan Aung San, Kyaw Nyein, Kyaw Myint, Ba Swe, M.A Raschis, Tun
Win, dan Thein Pe sebagai anggota komitenya. Organisasi ini adalah organisasi
pertama yang kritis terhadap pemerintah kolonial Inggris (Hugh Tinker), tujuan
dibentuknya organisasi ini sudah sangat jelas yaitu ingin membebaskan Burma
dari kolonialisme Inggris. Organisasi ini tidak menyia-nyiakan setiap peluang
yang ada, diantara peluang itu adalah kampanye yang dilakukan oleh Student’s Union. Dari kampanye yang
dilakukan maka Ko Nu sebagai ketua dipenjara, dan Aung san di keluarkan dari
Universitas Rangoon. Tak berselang lama, para anggota Student’s Union mengadakan rapat untuk berdemonstrasi menolak
tindakan pemerintahan Inggris terhadap Ko Nu dan Aung San. Beberapa bulan
kemudian Ko Nu di bebaskan dari penjara dan Aung San diperbolehkan kembali
belajar di Universitas Rangoon.
Setelah Aung San dan
Nu menyelesaikan kuliahnya di Universitas Rangoon, mereka berdua masuk dalam
organisasi Dobama Asiayone (We Burma
Asociation) atau yang disebut dengan Thakin. Organisasi ini didirikan oleh
Thakin Ba Sein dan Thakin Ko pada tahun 1929. Organisasi ini menamakan diri
Thakin (yang berarti tuan dalam bahasa Burma), mereka membuat legitimasi bahwa
mereka adalah tuan di negara sendiri. Keanggotaan organisasi ini dimulai dari
para pengajar, mahasiswa, dan biksu. Mereka beranggapan bahwa kedudukan mereka
sama dengan kedudukan Inggris, pemikiran-pemikiran mereka juga banyak di
pengaruhi oleh faham Marxisme dan Leninisme. Kemudian pada tahun 1939 Dobama Asiayone mendirikan ketentaraan
yang disebut Bama Let Yon Tat (Steel Corps), ketentaraan Dobama Asiayone ini dipimpin oleh Aung
San.
Sama seperti CGBA, organisasi Dobama Asiayone juga terpecah belah, namun perbedaannya adalah Dobama Asiayone terpecah menjadi tiga
bagian yaitu kelompok yang dipengaruhi oleh kaum komunis yaitu Thakin Soe dan
Thein Pe. Kelompok yang kedua adalah kelompok yang dipengaruhi oleh sosialis
demokratis yang dipelopori oleh Aung San, dan kelompok yang ketiga yaitu
kelompok yang dipelopori oleh agaman Budha yang dipelopori oleh Thakin U Be Swe
dan U Nu.
2.5 Akhir Masa Kolonialisme Inggris dan Awal Kolonialisme
Jepang
Masa kolonialisme
Inggris berakhir ketika Jepang sebagai negara ekspansonis mengadakan invasi ke
daerah Burma, beberapa faktor yang melatarbelakangi invasi Jepang ini
dianataranya berkuasanya klan samurai anti kapitalis dan komunis. Mereka adalah
penganut sosialis ekstrem yang memiliki kesetiaan tinggi terhadap kaisar, oleh
karena itu mereka menjadi totaliter dan fasis. Faktor berikutnya adalah faktor
buruknya hubungan Jepang dengan Amerika Serikat dan Inggris akibat invasi yang
dilakukan Jepang ke Cina, dimana pada saat itu Cina mempunyai hubungan dagang
dengan Amerika Serikat dan pihak Amerika banyak membantu Cina.
Ekspansi Jepang ke
wilayah Asia Tenggara pada umumnya dilatarbelakangi oleh keinginam Jepang untuk
mendapatkan sumberdaya mentah untuk menopang pembangunan Jepang, utamanya
adalah dalam bidang militer. Pencarian sumber daya mentah ini adalah salah satu
usaha yang dilakukan oleh Jepang untuk menjadi negara unggul dan superrior
diantara negara-negara di Asia Tenggara, Jepang kemudian mempopulerkan Greater Asia Co-Prospherity Sphare
(suatu tatanan negara dimana Jepang memiliki kekuasaan penuh) pada tahun 1938
oleh kabinet Konoyo di Tokyo. Jepang membentuk Imperial Japanese Army
yang mengurusi masalah pemerintahan dan militer di Asia Tenggara, selain itu
Jepang juga membentuk Hohei Ju-go Shidan
yaitu badan resmi yang mengatur administrasi dan militer di Burma. Pada tahun
1940 Hohei Ju-go Shidan mengutus
Kolonel Keiji Suzuki untuk berunding dengan Thakin, Kolonel Keiji Suzuki
menawarkan bantuan kepada Thakin jika thakin mau membantu Jepang dalam Perang
Dunia II. Namun kelompok Thakin Soe yang menganut aliran komunis menolaknya,
Thakin Soe menganggap bahwa kaum fasis lebih berbahaya dari pada Inggris.
Begitu juga dengan alirang sosialis demokratis yang di pelopori oleh Aung San
menolak, Aung San kemudian meminta bantuan Chinese
Comunist Party (CCP). Ketika Aung San hendak pergi ke ke Shanghai untuk
mengadakan kontak dengan CCP dengan menyamar sebagai orang Cina, Aung san
tertangkap tentara Jepang di Amoy. Jepang kembali menawarkan bantuan kepada
Burma untuk mendapakan kemerdekaan dengan mendapatkan persenjataan yang lengkap
dan pelatihan militer kepada Burma, selain itu Jepang juga mengaluarkan
propaganda “Burma untuk Burma” dan “Pembebasan Burma dari kolonilisme Inggris”.
Akhirnya Aung San
menyetujui perjanjian dengan Jepang tersebut, dalam hal ini Jepang bukan hanya
ingin menambah pasukan untuk Perang Dunia II melainkan ada hal lain yang di
inginkan oleh Jepang. Diantara keinginan Jepang tersebut diantaranya adalah untuk
mengeksploitasi sumber daya alam Burma untuk kepentingan militer Jepang, selain
itu Jepang juga ingin memotong jalur Burma
Road (Jalur yang dibangun oleh Inggris untuk menyuplai bantuan dari Anglo-Amerika kepada pemerintahan
Chungking di Cina). Setelah terjadi perstujuan antara Kolonel Suzuki dengan
Aung san, Kolonel Suzuki membuat semacam panduan yang harus dilakukan oleh
Burma pada bulan Agustus 1940 untuk mencapai kemerdekaan panduan tersebut
dikenal sebagai “Plan for Burma’s
Independence”. Tahapan pertama yang harus dilakukan Burma adalah sekelompok
nasionalis Burma yang berjumlah 30 orang diselundupkan ke perbatasan
Thailand-Burma, kemudian tahapan kedua adalah 30 orang dari keompok nasionalis
Burma mendapatkan pelatihan dari instruktur Jepang selama 6 bulan, dan langkah
yang terakhir adalah mengirim 30 orang nasionalis Burma ke Burma untuk memulai
gerakan bersenjata untuk melawan pemerintah kolonial Inggris.
Untuk menjalankan
rencana pertama, yaitu menyelundupkan 30 orang nasionalis Burma keperbatasan
Thailand-Burma, pemerintah Jepang beserta Aung San bekerjasama membentuk suatu
badan penyelundupan yang bernama Minami
Kikan (Minami Intelegence Organization). Badan penyelundupan ini dipelopori
oleh 6 angkatan perang (terdiri dari kolone Keiji Suzuki, Kapten Takenobu
kawashima, Kapten Naomi Kakubo, Letnan Takeshi Noda, Letnan Hachiro Takashi,
dan Letnan Masyayoshi Tamato), Pegawai kelautan (terdiri dari Kaptern Kojima,
Hidaka, dan Nagayama), dan tujuh orang sipil (terdiri dari Mitsuru Sugii,
Noriyoshi Yokada, Takeshi Higuci, Inao Mizutani, Shozo Kakobu, Aung San, dan
Hla Myaing). Badan penyelundupan ini berada dibawah komado Imperial General Heardquartes (IGHQ) di Tokyo yang di kepalai oleh
Kolonel Suzuki, badan penyelundupan bekerjasama dengan perusahaan pengelola
barang angkutan, Mr. Yamata. Hal ini dilakukan agar tidak muncul kedurigaan
dari pihak kolonial Inggris, pada tanggal 12 Maret-8 Juli 1941dimulai perjalanan
mengangkut 30 orang nasionalisme Burma dengan menggunakan 4 kapal (Shuten-Maru,
Genzan-Maru, Saigon-Maru, dan Asahiyama-Maru).
Sesampainya di
Hainan, tugas badan penyelundupan masih belum selesai, mereka masih harus
memberikan pelatihan kepada 30 nasionalis Burma (yang disebut Thirty Comrades) dan mengembalikannya ke
Burma. Sebagai instruktur, dipilihlah seorang perwira militer bernama San-a di
Hainan oleh Angkatan Laut. Lokasi tempat berlatih para 30 orang nasionalis
Burma berada dihutan sebelah barat Hainan (San-a
Agrikultural Training Institute), kamp tempat berlatih Thirty Comrades dipimpin oleh Letnan Fukuike dari angkatan
bersenjata yang masih asisten Kapten Kawashima. Latihan militer dimulai pada
tanggal 11 April 1941, dan berakhir pada Oktober 1941. Latihan perang yang
dijalani terbagi menjadi 3 bagian keserasian individu, bagian pertama (Aung
San, Aung Than, Than Ok, dan Hla Pe) di didik mengenai komado pasukan dan
administrasi, bagian kedua (Shu Maung, Tun Shein, Hla Maung, dan Shwe) di didik
mengenai taktik gerilya, dan bagian ketiga (berisi anggota-anggota muda Thirty Comrades) di didik mengenai
teknik peperangan. Kemudian latihan di teruskan di Tamazato (Taiwan), disana Thirty Comrades di didik mengenai baris
berbaris, pelatihan bayonet, taktik dan strategi perang, dan penggunaan
senjata.
Di sisi lain,
berdasarkan Plan for Burma’s Independence
pada Februari 1941, Kolonel Suzuki membuat pusat operasional di Bangkok. Pusat
operasional ini didirikan untuk memperlancar kamunikasi antara Minami Kikan dan Thakin di Burma,
kemudian pada tanggal 21 Februari 1941 Kolonel Suzuki berhasil membangun pusat
operasional di Bangkok. Dalam menjalin komunikasi dan pengiriman barang, pusat
operasional (Bangkok Branch) berganti nama menjadi Nampo Kigyo Chosa Kai (Research
Association for Southern Region Enterprise) yang dikepalai oleh Kapten
Angkatan Laut yaitu Kapten Kojima. Sedangkan anggota Minami Kikan di Thailand menyamar menjadi penambang dan kegiatan
kehutanan, kemudian pada tanggal 21 Desember 1941, Kolonel Suzuki memasuki
Bangkok dan berhasil membua markas Minami
Kikan. Berdasarkan Plan for Burma’s
Independence pula, pada tanggal 27 Desember 1941, Kolonel Suzuki membentuk Burma Independence Army (BIA) di
Bangkok. Anggota BIA ini diantaranya juga terdapat anggota Minami Kikan dan beberapa masyarakat Burma yang sudah menetap di
Bangkok. Setiap anggota BIA dipersenjatai dengan lengakap, BIA dibangun untuk
membantu Jepang untuk menaklukkan Inggris di Burma dan menertibakan dan
peraturan didaerah yang akan diduduki oleh Jepang.
Sebelum melakukan
penyerangan terhadap Inggris di Burma, Kolonel Suzuki mengirim anggota BIA
untuk melihat keadaan di Burma. Setelah melihat keadaan, maka Jepang dibantu
dengan 30 nasionalisme Burma dan BIA menyerang Lower dan Upper Burma
terlebih dahulu kemudian menyerang Rangoon yang merupakan pusat pemerintahan
Inggris di Burma. Kemudian BIA dan Jepang berhasil memukul mundur pasukan
Inggris dari Tenasserim ke arah utara, penyerangan ini di bawah komando Lida
Shojiro. Penyerangan ini tentu membuat tentara Inggris terkejut, selain itu BIA
yang telah mendapatkan latihan cukup keras sudah memiliki rencana yang sangat
matang. Penyerangan dilanjutkan oleh BIA dan tentara Jepang ke Rangoon pada
bulan Januari sampai Maret 1942, akhirnya pada 8 Maret 1942 BIA dan pasukan
Jepang berhasil memukul mundur Inggris dan orang-orang India dari Rangoon ke
Simla (India).
Berhasilnya BIA dan
tentara Jepang memukul mundur Inggris dari Rangoon, tujuan Jepang untuk
memotong jalur Burma Road berjalan
dengan lancar. Proses invasi Jepang ke Burma semakin menumbuhkan rasa
nasionalisme di kalangan masyarakat, apalagi setelah Jepang memberikan
latihan-latiahan militer dan doktrinisasi kepada masyarakat Burma, hingga
masyarakat Burma menganggap Jepang sebgai saudara sendiri. Setelah berhasil
memukul mundur Inggris dari Burma, Jepang harus menepati janji untuk memberikan
kemerdekaan kepada Burma. Namun untuk sementara waktu Jepang mengambil
alih pemerintahan Burma, pemerintahan ini dibentuk oleh Kolonel Suzuki pada 7 Maret
1942 dengan nama Baho Goverment dan
dikepalai oleh Thakin Tun Ok. Tujuan Baho Goverment adalah untuk menstabilkan administrasi pemerintahan
Burma pasca perang melawan Inggris, selain itu Baho Goverment bertujuan untuk mencipatakan situasi dan kondisi
yang stabil dan kondusif menjelang pemberian
kemerdekaan dari Jepang.
2.6 Kemerdekaan Semu
Di sisi lain, ketika
sedang menunggu kemerdekaan Burma yang akan diberikan oleh Jepang sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati antara Jepang dan Aung san, BIA membuat
keributan dengan etnis Keren di Distrik Myaungmya. BIA merampas harta, menculik
tokoh-tokoh etnis Keren, bahkan membunuhnya. Alasan BIA melakukan hal ini
adalah karena etnis Keren dianggap pro-Inggris sehingga membahayakan pemerintahan, selain itu BIA
menganggap bahwa etnis Keren yang menganut agama Kristen akan mengganggu agama
yang sudah turun temurun ada di Burma, yaitu agama Budha. Tindakan yang
dilakukan oleh BIA banyak menimbulkan permusuhan dengan etnis Keren, hingga
peperangan antara BIA dengan etnis Keren berlangsung sampai Juni 1942. Akibat
insiden tersebut, Jepang mengambil tindakan tegas dengan membubarkan BIA pada
tanggal 24 Juli 1942 dan membentuk BDA (Burma
Defense Army) pada tanggal 26 Agustus 1942 dengan ketua Aung San. Akibat
insiden itu juga Baho Goverment
dianggap gagal memerintah Burma, maka pada tanggal 1 Agustus 1942 dan kembali
membetuk pemerintahan dengan nama BEA (Burma
Executive Administration) dengan Dr. Ba Maw sebagai pemimpinnya. Antara Baho Goverment dengan BEA memiliki tugas
yang sama, hanya saja BEA memiliki tugas tambahan yakni membiayai pertemuan
antara Burma dengan Jepang.
Pertemuan antara
Jepang dan Burma terjadi di Tokyo (Jepang) pada
tanggal 11 Maret 1943 dengan wakil dari Burma yaitu Dr. Ba Maw, Aung
San, Dr. Thein Maung, dan Thakin Mya, membicarakan mengenai kemerdekaan yang
akan diberikan kepada Burma pada tahun 1943. Selain itu Jepang menginginkan
dibentuknya komite kemerdekaan, kemudian pada tanggal 8 Mei 1943 dibentuklah Burma Independence Prepotatory Committe
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Burma) oleh Jepang. Meskipun telah dibentuk
komite persiapan kemerdekaan Burma, intervensi Jepang masih sangat kuat dalam
komite ini. Bahkan yang membuat draft perjanjian antara Jepang dan Burma adalah
wakil dari Jepang, perjanjian tersebut berisi tentang akan dibantunya Jepang
pada Perang Dunia II. Pada bula Juli Dr. Ba Maw bertolak ke Singapura untuk
bertemu dengan Perdana Menteri Tojo untuk membicarakan kemerdekaan yang akan
diberikan Jepang, akhirnya pada 1 Agustus 1943 Burma mendapatkan kemerdekaannya
dari Jepang. Pada saat mendeklarasikan kemerdekaannya, pada saat itu pula Dr.
Ba Maw diangkat menjadi Perdana Menteri Burma dengan gelar Nainggandaw adipati, alasan Jepang memberikan kemerdekaan ini
adalah untuk mengambil simpati masyarakat Burma untuk membantu Jepang dalam
Perang Dunia II.
Tidak semua Thankin
menduduki jabatan dalam pemerintahan, Thankin Thein Pe dan Thankin Soe yang
beraliran komunis tidak masuk dalam pemerintahan, karena menurut mereka komunis
tidak akan mengadakan kerjasama dengan kaum fasis. Hingga muncul perang gerilya
antara kaum komunis dengan pemerintahan yang dilantik oleh Jepang, setelah
kemerdekaan BDA Burma Defense Army
berganti nama menjadi BNA (Burma National
Army). Penggantian nama ini dimaksudkan untuk keamanan negara Burma dan
untuk mempertegas bahwa tentara Burma akan membantu Jepang dalam Perang Dunia
II, meskipun demikian Burma tidak lantas berdiri sendiri.
2.7 Perang Kemerdekaan
Setelah kemerdekaan
Burma masih dalam kekuasaan Jepang, bahkan setelah BDA berganti menjadi BNA
Jepang semakin erat memegang kekuasaan militer, karena pada saat itu militer
adalah satu-satunya kekuatan terbesar yang dimiliki oleh Burma. Bahkan setelah
kemerdekaan Burma bukan menjadi lebih baik, namun semakin memburuk. Hal ini
dikarenakan alat transportasi yang dikuasai oleh Jepang, dan dilarang ekspor
dan impor karena menurut Jepang Burma harus bisa mandiri. Selain itu, Jepang
juga telah merusak kepercayaan para biksu dengan menggunakan tempat beribadah
untuk mejemur pakaian dan tempat pembantaian.
Sehingga muncul
asumsi pada masyarakat bahwa Jepang hanya ingin memanfaatkan hasil alam Burma
dan memanfaatkan pasukan militer Burma untuk Perang melawan sekutu, hingga
muncullah pemberontakan diantara para masyarakat utamanya para Thakin yang
awalnya mendukung Jepang. Aung San sebagai ketua BNA sekaligus Thakin dan Ne
Win seorang komandan BNA dan beberapa tokoh lainnya merencanakan pemberontakan
terhadap Jepang pada April 1944, Aung San yang telah banyak mendapatkan
pendidikan dari Jepang mengenai militer dan strategi peperangan meminta bantuan
secara diam-diam kepada seluruh rakyat Burma pada saat itu. Thankin yang
awalnya terpecah belah karena perbedaan aliran, diminta oleh Aung San untuk
bersatu kembali dan bersama-sama menyerang Jepang. Etnir Keren-pun tak luput
dari ajakan Aung San, bahkan Aung San akan memberikan kesamaan hak dalam
pemerintahan jika Jepang sudah bisa dikalahkan. Maka Aung San kemudian
membentuk sebuah organisasi yang bernama Anti
Fascis Organization (AFO) pada April 1944, organisasi ini membuat bendera
dengan warna merah dan bintang ditengah bendera tersebut. Aung San merasa bahwa
pasukannya masih kurang untuk mengusir Jepang dari Burma, maka Aung San
mengajak semua lapisan masyarakat untuk ikut berjuang mendapatkan kemerdekaan
Burma, selain itu Aung Sun juga mengirimkan utusan untuk pergi ke Simla (India)
untuk meminta bantuan kepada Inggris selaku musuh dari Jepang.
Pemerintahan yang
sedang berjalan pada saat itu bukannya tidak merespon apa yang terjadi
dimasyarakat, Perdana Menteri Dr. Ba Maw merasa kecewa kepada Aung San yang
tidak mendiskusikan penyerangan terhadap Jepang kepadanya. Aung San memiliki
alasan mengapa dia tidak mendiskusikan terlebih dahulu hal ini kepada Perdana Menteri,
karena dia merasa Dr. Ba Maw adalah orang yang pro terhapad Jepang. Meskipun
sebenarnya tidak demikian, karena Dr. Ba Maw telah megnadakan perjanjian dengan
Jepang untuk tidak lagi mengganggu pemertinahan Burma. Selain itu, Dr. Ba Maw
merasa bahwa tindakan yang dilakukan oleh Aung San bukanlah tindakan orang yang
mengerti tentang peperangan sehingga Dr. Ba Maw membentuk sebuah oraganisasi
untuk mengambil hati rakyat, namun hal itu tidak berhasil karena kemarahan
rakyat terhadap Jepang sudah memuncak. Tepat setahun setelah kemerdekaan yang
di berikan oleh Jepang, Aung San berpidato mengenai perlunya penumpasan fasis
dan perlunya kemerdekaan dan menuju kehidupan yang lebih baik. Kemudian pada
tanggal 19 Agustus 1944 Aung San kembali melakukan pertemuan yang dengan
perwakilan seluruh lapisan masyarakat untuk kembali membicarakan tentang
penyerangan kepada Jepang, dalam pertemuan tersebut AFO berganti nama menjadi
AFPFL (Anti-Fascist People Freedom League).
Penggantian nama ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya melawan fasis
melainkan juga bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan Burma yang
sebenarnya. Inggris mengirimkan utusannya yang bernama Lord Mountbatten untuk
memberikan bantuan kepada AFPFL, dalam penyerangan terhadap tentara Jepang
Inggris mengirimkan beberapa pasukan untuk meilahat situasi dan kondisi yang ada. Lalu
penyerangan dimulai dari daerah pinggiran Burma lalu mencapai puncak peperangan
di Rangoon. Penyerangan tersebut berlangsung selama 18 hari yaitu pada 11-29
April 1945.
Keadaan negara
Jepang semakin terhimpit akibat terjadinya Perang Dunia II dan akibat
diajtuhkannya bon atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus
1945, hingga akhirnya Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu melalui
perjanjian yang dilakukan diatas kapar perang milik Amerika Serikat. Setelah
Jepang mundur dari kawasan yang dijajah di wilayah Asia Tenggara, Burma
mengalami masa dekolonisasi Inggris. Banyak perundingan yang terjadi antara
Burma dan Inggris selama masa dekolonisasi, hingga akhirnya Burma mendapatkan
kemerdekaannya pada 4 Januari 1948 dengan nama Union Of Burma.
2.8 Keadaan Burma Saat Ini
Republik Persatuan Myanmar (juga
dikenal sebagai Birma, disebut
"Burma" di dunia Barat)
adalah sebuah negara
di Asia
Tenggara. Negara seluas 680 ribu km² ini telah diperintah oleh pemerintahan
militer sejak kudeta
tahun 1988. Negara
ini adalah negara berkembang dan memiliki populasi lebih
dari 50 juta jiwa. Ibu kota negara ini sebelumnya terletak di Yangon sebelum
dipindahkan oleh pemerintahan junta militer ke Naypyidaw
pada tanggal 7 November 2005. Pada 1988, terjadi gelombang demonstrasi besar menentang
pemerintahan junta militer. Gelombang demonstrasi ini berakhir dengan tindak
kekerasan yang dilakukan tentara terhadap para demonstran. Lebih dari 3000
orang terbunuh. Pada pemilu 1990 partai pro-demokrasi pimpinan Aung
San Suu Kyi memenangi 82 persen suara namun hasil pemilu ini tidak diakui rezim
militer yang berkuasa. Perubahan nama dari Birma menjadi Myanmar dilakukan oleh
pemerintahan junta militer pada tanggal 18 Juni 1989. Junta militer
mengubah nama Birma menjadi Myanmar agar etnis non-Birma merasa menjadi bagian
dari negara. Walaupun begitu, perubahan nama ini tidak sepenuhnya diadopsi oleh
dunia internasional, terutama di negara-negara persemakmuran Inggris. Beberapa
negara Eropa seperti Inggris dan Irlandia yang tidak mengakui legitimasi
kekuasaan junta militer tetap menggunakan "Burma" untuk merujuk
kepada negara tersebut. PBB, yang mengakui hak negara untuk menentukan nama
negaranya, menggunakan Myanmar, begitu pula dengan Perancis dan Jerman. Di
Jerman, kementerian luar negeri menggunakan Myanmar, tetapi hampir seluruh
media Jerman menggunakan "Burma". Pemerintah AS, yang tidak mengakui
legitimasi kekuasaan junta militer tetap menggunakan "Burma" tetapi
mayoritas media besar seperti The New York Times, CNN dan Associated
Press menggunakan Myanmar. Pemerintah junta juga mengubah nama Rangoon
menjadi Yangon.
Pada tanggal 7 November 2005, pemerintah membangun ibu kota baru, bernama Naypyidaw.
Perubahan lagu kebangsaan dan bendera dilakukan pemerintah junta pada tanggal 21 Oktober
2010.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Myanmar (
Burma ) telah berkembang menjadi sebuah wilayah yang sangat kuat dalam berbagai
sector , seperti sector budaya, social
,ekonomi dan politik pada masa dinasti koumboung. Sehingga hal ini memicu
keinginan bangsa barat yaitu Inggris yang pada saat itu berada di India untuk
meluaskan imperialismenya ke negeri Burma. Inggris memiliki berbagai macam cara
yang licik untuk dapat mempengaruhi rakyat Burma, agar Imperialisme Inggris
dapat berjalan lancar di negeri Burma. Sehingga Inggris dapat dapat dengan
leluasa mengesplorasi Burma dan membuat pembodohan bagi masyrakat Burma. Hal
inilah yang membuat nasionalisme bangsa Burma tumbuh dan memulai perlawanan
Perang Inggris ke-1 dan Perang Inggris ke-2 sampai akhirnya tumbuhlah
kemerdekaan Burma.
DAFTAR PUSTAKA
·
Hall,
D. G. E. ___. Sejarah Asia Tenggara.
Surabaya: Usaha Nasional
·
S, Leo Agung, Drs.I Suparman. 1991.
Sejarah Asia Tenggara I. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret
·
Bruhat Jean. 1954. Sedjarah Sovjet Rusia. Jakarta: Pustaka Rakjat.
·
Danial Ali. 2009. Perang Dunia I Dan Perang Dunia II. [artikel online]. http://duniailmu.index.html. [1-03-
2012].
apa yang mau dibaca kalo semua tulisan nya gelap? :v
BalasHapus